Indonesia adalah Negara kesatuan yang terdiri dari beberapa pulau.
Tidak semua pulau, didiami oleh manusia, banyak pulau yang masih alami di
Indonesia. Sebuah pulau, biasanya dibagi
menjadi beberapa daerah untuk tempat tinggal manusia, dan disetiap daerah
dibagi menjadi beberapa provinsi. Sekarang Indonesia memiliki 34 provinsi.
Sejak awal kemerdekaan, Indonesia memiliki 8 provinsi yaitu :
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Sunda Kecil, Maluku, Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat. Seiring bertambahnya waktu, jumlah provinsi Indonesia bertambah
menjadi 11 pada tahun 1950. Kemudian menjadi 13 (1956), menjadi 16 (1957),
menjadi 20 (1959), menjadi 21 (1960), menjadi 22 (1963), menjadi 23 (1964),
menjadi 25 (1969), menjadi 26 (1968), menjadi 26 (1976). Sampai pada tahun 2004, Indonesia memiliki 33
provinsi.
33 provinsi tetap bertahan sampai pada tahun 2012. Pada tahun itu
juga, Indonesia memiliki 34 provinsi. Dan satu provinsi tambahan adalah
Kalimantan utara. Provinsi Kalimantan
Utara ini dibentuk dengan UU No. 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi
Kalimantan Utara. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat
(1) UU 20/2012, Provinsi Kalimantan Utara berasal dari sebagian wilayah
Provinsi Kalimantan Timur yang terdiri dari:
a. Kabupaten Bulungan;
b. Kota Tarakan;
c. Kabupaten Malinau;
d. Kabupaten Nunukan; dan
e. Kabupaten Tana Tidung.
a. Kabupaten Bulungan;
b. Kota Tarakan;
c. Kabupaten Malinau;
d. Kabupaten Nunukan; dan
e. Kabupaten Tana Tidung.
Berdasarkan berita di Merdeka.Com yang terbit pada Kamis, 25
Oktober 2012 13:56, Kalimantan Utara atau kaltara sebagai provinsi ke 34 di
Indonesia disahkan pada Rapat paripurna. Kaltara daerah otonom baru hasil
pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur.
Pembentukan Provinsi Kaltara yang berbatasan
langsung dengan Malaysia, Agun menegaskan, DPR berharap tidak terulang lagi
peristiwa pencaplokan wilayah NKRI sebagaimana yang terjadi pada Pulau Sipadan
dan Ligitan oleh Malaysia pada 2002. "Berdasarkan prinsip efektivitas,
perlu adanya tindakan nyata dari pemerintah dalam menjalankan dan menerapkan
fungsi negara pada suatu wilayah yang berdampak pada rawan wilayah perbatasan
RI baik darat maupun laut dari upaya pencaplokan," ujar Agun seperti dikutip
dari Antara, Kamis (25/10).
Dalam konteks Provinsi Kaltara, sejumlah daerah
memang rawan terhadap upaya pencaplokan atau pemindahan patok-patok tapal batas
itu seperti di Sebatik dan Krayan (Kabupaten Nunukan) serta pencaplokan wilayah
laut di kawasan Laut Ambalat. "Selain itu juga banyak terdapat tenaga
kerja Indonesia ilegal di Sabah dan Serawak yang rentan terhadap perlakuan yang
tidak manusiawi seperti 'human trafficking'," ujarnya.
Secara geostrategis, Provinsi Kaltara merupakan
pintu terbuka ke Malaysia (Sabah), Filipina Selatan, dan Brunei Darussalam.
Provinsi tersebut dinilai berada pada posisi yang strategis sehingga dapat
dikembangkan menjadi kekuatan nasional untuk menghadapi segala ancaman terhadap
NKRI yang datang dari dalam maupun luar, langsung dan tidak langsung.
Namun, kata Agun, kondisi objektif di daerah
perbatasan itu pada saat ini justru sebaliknya, masyarakat yang tinggal di
daerah perbatasan secara perlahan mulai tereduksi semangat nasionalismenya. "Hal
ini disebabkan oleh faktor ekonomi, daerah perbatasan sebagian besar merupakan
daerah pedalaman yang tertinggal dan tidak tersentuh pembangunan karena
panjangnya rentang kendali dari pusat pemerintahan Provinsi Kaltim di
Samarinda," ujarnya.
Semoga dengan
dibentuknya provinsi baru di Negara kita tercinta ini, dapat menjadikan
masyarakat lebih diperhatikan lagi oleh pemerintah, terutama masyarakat yang
tinggal di daerah perbatasan. Perhatian pemerintah sangat dibutuhkan terutama
di bidang ekonomi dan pendidikan, karena kebanyakan daerah perbatasan tak
mengenal pemerintah, tak mengenal bendera Negara kita, tak mengenal mata uang
Negara kita.